Menu

Excellent Insight Day #25 : Mau Sukses? Jangan Selalu Menuruti Setiap Keinginan

Excellent Insight Day #25 : Mau Sukses? Jangan Selalu Menuruti Setiap Keinginan

Salah satu hal menarik yang bisa dipelajari jika ingin sukses adalah dengan melihat contoh pada orang lain yang sukses. Apa sih yang membedakan mereka dengan kita? Dengan melihat sisi positif dan kualitas orang sukses, kita bisa menduplikasi dan kemudian menerapkannya untuk kebaikan kita sendiri.

Insight kali ini merupakan pengamatan saya saat memperhatikan orang-orang yang sukses dan membandingkannya dengan harapan dan kebiasaan yang saya lakukan dan perlu diperbaiki. Selamat membaca.

Dulu waktu saya masih kecil dan tinggal di Tambun-Bekasi, saya merasa bahwa orang hidup itu dibatasi oleh kemampuan. Dibatasi oleh harta benda dan kekayaan yang dimiliki. Kalau dia mau makan enak, dia harus punya uang banyak. Kalau dia mau sekolah tinggi, dia harus punya uang berlimpah.

Saya merasa sebal mengapa saya harus bangun pagi sedangkan teman saya yang lain bisa tidur hingga siang menjelang. Saat anak-anak lain masih enak tidur, saya harus bangun jam 4 pagi untuk memarut singkong dan kelapa. Mengapa saya harus berbagi makanan sedangkan orang lain bisa makan berlebih. Mengapa saya harus menunggu lebaran untuk memiliki baju baru sedangkan orang lain bisa kapan saja, tiap ada waktu dan tiap dia mau bisa punya baju baru.

Dulu saya senang sekali pada nasi rames yang dijual oleh restoran di dekat Pasar Tambun. Restoran itu pemiliknya keturunan Tionghoa. Disamping restorannya ada toko besar juga milik keturunan Tionghoa. Note : Saya menulis soal keturunan disini bukan soal SARA karena anak pemilik toko itu teman saya. Gadis manis yang sekolah di SMPN 1 Tambun Bekasi Excellent Insight Day #25 : Mau Sukses? Jangan Selalu Menuruti Setiap Keinginan

Soal nasi rames itu, saya mesti menunggu ada acara tertentu baru orang tua saya membelikannya. Salah satu acara yang saya ingat adalah waktu saya sunat. Kata orang-orang tua, sunat itu sakitnya seperti digigit semut, ternyata bohong (hahaha…). Namanya anggota badan diiris (keiris atau teriris, sunatnya sama Bengkong atau dukun sunat) ya sakit dong ya.

Untuk menghibur agar saya tidak menangis waktu sunat, orang tua saya membelikan nasi rames yang enak sekali. Nasinya putih, lembut dan pulen dengan lauk daging sapi. Karena enaknya, saya pernah berpikir bahwa kalau nanti saya sudah bekerja, saya akan makan nasi rames sepuasnya. Kalau perlu, pagi siang dan sore saya hanya makan nasi rames..

Setelah saya bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, saya memang bisa membeli apa yang saya inginkan tapi tidak berarti apa yang saya niatkan sejak kecil itu terlaksana. Selain karena restorannya sudah tutup, makan itu kan hanya sekedar rasa ingin. Kalau sudah makan sepiring, dikasih makanan enak lain juga akan menolak. Saya pernah makan meski saya tidak kepingin. Badan malah jadi tidak keruan. Jadi obesitas malah membuat gerakan jadi lamban, mudah capek dan susah berpikir.

Saya pikir kalau badan jadi membesar saya bisa mengecilkannya dengan cara berolah raga, ternyata kalau badan sudah membesar, olah raga sebentar langsung capek. Akibatnya malah tambah malas olah raga.

Setelah kuliah dan ambil kost di pusat kota Bekasi, saya bisa tidur selama saya mau. Tak ada yang melarang saya tidur melewati waktu Shubuh hingga bangun jam 9 atau 10 pagi. Namanya anak kost, santai saja. Meski demikian, apakah saya puas? Ternyata tidak juga. Saya kerap merasa pusing jika terlalu banyak tidur, apalagi jika tidur di pagi hari. Dari situ saya bisa belajar, oh ternyata kita harus punya batasan. Tidak boleh selalu menuruti setiap keinginan. Bukan karena kita tidak mampu melainkan batasan itu sebagai penyelamat kita. Batasan itu soal pilihan. Kita bisa memilih untuk memberi batasan atau malah mengabaikannya. Semua terserah kita karena kita sendiri yang menanggungnya.

Saya melihat dan memperhatikan, setiap orang sukses itu punya proses. Punya kondisi. Punya ciri-ciri tertentu. Bukan orang yang semena-mena. Bukan orang yang semaunya saja. Bukan orang yang diperbudak oleh keinginan. Setiap orang yang sukses itu punya prinsip, punya pegangan hidup dan punya kedisiplinan. Kalau ada orang sukses tanpa ujung pangkal, itu pasti sukses karbitan. Tidak persistent. Tidak permanen. Ibarat distro Linux LiveUSB dari file iso, perubahannya tidak kekal. Bisa menyimpan perubahan tapi dalam sekejap bisa hilang kembali.

Orang hidup itu punya, boleh dan harus memilih. Pilihan itu yang menentukan apakah nantinya sukses atau tidak. Apakah nantinya hidup enak atau hidup melarat. Apakah nantinya hidup nyaman tenteram atau hidup terlunta-lunta. Jangan takut untuk berjuang demi hidup. Jangan takut berkorban kesenangan untuk sukses. Kesenangan itu soal pikiran dan soal mindset. Analoginya, kalau kita biasa makan sahur untuk berpuasa, mungkin kita akan takut nggak kuat jika satu waktu bangun kesiangan dan tidak sempat sahur. Ini juga soal mindset. Kita pasti kuat jika kita yakin kalau kita kuat berpuasa tanpa sahur, namun jika kita kalah pada keinginan lapar, haus dan godaan hati, niscaya kita tidak akan kuat.

Tidur dan mengantuk juga soal mindset. Kalau kita bilang cukup tidur 4 jam niscaya akan cukup. Disisi lain, ada orang yang tidur > 8 jam tapi selalu mengantuk. Bagaimana dengan anda? Jika selalu mengantuk dan merasa tidur kurang, bagaimana jika kita tidur tanpa pernah bisa bangun lagi??

Saya masih ingat jika saya termasuk “rakus” soal makanan. Mungkin karena alam bawah sadar saya yang deja vu masa kecil, saat pilihan makanan terbatas dan hanya bisa makan enak disaat tertentu. Ibu saya bilang, jika saya makan seperti meracik. Ambil sana ambil sini. Apa saja diambil. Bapak saya dulu pernah mengingatkan saya agar lauk cukup dalam 1 piring saja. Jangan sampai lauk beda piring atau ditaruh dimeja karena piring kita terlalu penuh.

Jika saya makan fast food, ada kalanya saya pingin makan 2 potong ayam goreng. 1 ayam goreng rasanya tidak cukup. Jika perlu tambah sup, hehehe… Apakah terus menerus demikian? Tidak dan jangan. Saya berusaha memahami batas-batas kelemahan dan kekurangan saya. Saya berusaha mengerem dan membiasakan diri untuk makan secukupnya. Perlu niat kuat dan perlu disiplin. Jika tidak bisa sekaligus ya bertahap. Yang penting ada usaha untuk memperbaiki. Saat umroh bulan April 2017, saya ingat hal ini saat di depan Kabah. Jadi selain doa-doa lain, saya sempatkan juga doa khusus, agar saya tidak dihinakan karena makanan. Agar saya bisa menahan diri dan mencukupi diri. Agar saya tidak menjadi budak keinginan.

Jika melihat kembali pada masa lalu, saya bisa merasakan bahwa pengalaman terbatasnya keinginan itu justru membentuk pribadi kita saat ini. Pribadi untuk tidak mudah menyerah dan mau berusaha mencapai keinginan. Dulu saya menyesal mengapa harus bangun pagi disaat orang lain masih lelap tidur. Sekarang saya menyadari bahwa bangun pagi itu yang menyehatkan saya, membentuk spirit saya untuk mau berusaha dan tidak kalah oleh keadaan yang melingkupi kita.
Sukses dan kebahagiaan hidup memerlukan kedisiplinan dan kemauan kita. Jangan mau mengorbankan kesuksesan dan kebahagiaan hanya karena selalu menuruti setiap keinginan…

Referensi Artikel :

  1. The Principles Of Life That Everyone Knows, But Only A Few Follow
  2. Melawan Kekhawatiran : Passport & Traveling

Action :

Sempatkan membaca buku atau artikel tentang orang sukses. Lihat videonya. Pelajari kisahnya. Coba search kisah dan presentasi Jack Ma di Youtube dan Commencement Speech Steve Jobs di Stanford University. Usahakan membaca tulisan-tulisan professor Rhenald Kasali yang dengan mudah dicari di Google, serap inspirasi dari kesuksesan dan valuable insight dari mereka.

Jangan menunggu dan menundanya…

CATATAN :

Excellent Insight Day #25 : Mau Sukses? Jangan Selalu Menuruti Setiap Keinginan

Tulisan diatas merupakan bagian dari seri tulisan “Excellent Insight”. Saat ini kumpulan bukunya sudah diterbitkan dalam bentuk buku cetak maupun ebook.

Masim Vavai Sugianto

Menu