Menu

Jangan Berhenti Investasi Saat Krisis

Jangan Berhenti Investasi Saat Krisis

Kecenderungan seseorang saat mengalami krisis adalah berhenti melakukan aktivitas. Hal ini wajar dilakukan, terutama jika krisisnya dirasakan terlalu berat dan perlu waktu untuk melakukan recovery. Sebagai contoh, jika perusahaan mengalami kendala operasional, mungkin perusahaan perlu melakukan pengetatan operasional, mengurangi kegiatan yang tidak perlu, menghentikan ekspansi bisnis baru dan bahkan berhenti melakukan perencanaan-perencanaan strategis.

Sumber gambar : https://pixabay.com

Kalau dari sisi personal, misalnya seseorang sedang mengalami krisis keuangan, mungkin ia memilih untuk berhemat habis-habisan dan menghentikan semua perencanaan yang sifatnya mengeluarkan biaya. Jika seseorang sedang dalam posisi tidak punya uang, mungkin ia akan melakukan tindakan drastis untuk berhenti berpikir dan merencanakan sesuatu yang akan mengeluarkan biaya.

Meski kelihatannya benar (apalagi jika dibandingkan orang yang sedang krisis tapi jajan jalan terus, belanja sana-sini bebas saja meski jika perlu berhutang lagi), namun ini bisa berbahaya untuk kelangsungan hidupnya. Kalau dari sisi perusahaan, bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup perusahaan. Kalau dari sisi personal, bisa berbahaya bagi pengembangan kualitas dirinya.

Berhemat habis-habisan memang harus dilakukan. Mengurangi kegiatan yang tidak perlu atau menghilangkan pemborosan memang wajib dilakukan namun bukan berarti semua biaya dihilangkan secara total. Saat krisis, beberapa biaya yang termasuk kategori mandatory atau biaya yang termasuk investasi wajib tetap harus dilakukan.

Sebagai contoh dari sisi perusahaan, biaya gaji merupakan mandatory. Training dan pengembangan kualitas team juga merupakan investasi wajib, karena itu menjaga kualitas perusahaan dari iklim kompetisi. Menguranginya boleh, namun jangan sampai menghilangkannya. Saat krisis mereda, kemampuan dan kualitas yang tetap dijaga tersebut akan menjadi modal untuk melesat lebih cepat dibandingkan kompetitor lain.

Saat dulu masih kecil, orang tua saya memilih untuk mengurangi banyak hal yang dianggap suatu pemborosan, namun tidak pernah mengurangi biaya mandatory seperti biaya sekolah dan makanan yang memadai untuk anak-anaknya. Istilahnya, orang tua saya memilih untuk makan sederhana untuk diri mereka namun tidak akan membuat uang sekolah terlambat dibayarkan. Memilih untuk mengurangi rokok atau keperluan lain yang tidak essensial agar anak-anaknya bisa makan yang cukup dan bisa berkonsentrasi untuk sekolah.

Saat melakukan hal itu, yang terpikir oleh orang tua adalah agar anak-anaknya bisa lebih baik peluangnya dibandingkan dengan mereka. Secara sederhana, menyekolahkan anak memang bukan jaminan bahwa anak-anaknya pasti sukses dan menjalani kehidupan yang lebih baik namun paling tidak hal itu akan memberikan peluang yang lebih besar bagi kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang.

Di Excellent, saya tetap menjaga budget untuk training dan sertifikasi team agar Excellent memiliki kemampuan untuk berkembang di masa mendatang. Bukan sekedar bertahan hidup namun juga memiliki peluang untuk meningkatkan performa saat ini kearah yang lebih baik lagi.

Saat briefing saya sampaikan pada team, meski misalnya pendapatan belum memadai, tabungan rutin harus tetap ada. Meski jumlahnya tidak besar, namun tabungan rutin itu harus dijaga selalu terisi sebagai bekal untuk situasi yang tidak bisa ditebak. Kalau mau dikurangi, jangan uang tabungan yang dikurangi melainkan uang jajan yang dikorbankan.

Intinya, jangan berhenti berinisiatif dan berinvestasi secara terukur, baik bagi pribadi maupun bagi masa depan, meski situasi dan kondisi kurang mendukung. Saat nanti situasi berubah kearah yang lebih baik, kita sudah siap meraih kesempatan yang ada dan tidak perlu menunggu lagi.

Masim Vavai Sugianto

Menu