Menu

Menanam Kebaikan

Menanam Kebaikan

Saat saya masih bersekolah, ibu saya punya rumah makan (warung makan tepatnya) kecil di Tambun Bekasi.

Suatu hari ada pengunjung yang datang. Orangnya sudah tua. Pakaiannya kelihatan sudah lusuh dan tampilannya lelah. Dia mengambil tempat disudut warung, kemudian memesan nasi. Saat ditanya,

“Makannya pakai lauk apa pak?”,

Dia menjawab tidak perlu pakai lauk. Cukup kuah makanannya saja.

Saya lihat ibu saya mengambil kuah sayur, namun kemudian menambahkan tempe dan telur rendang.

Mendapati ada tempe dan telur rendang dipiring yang diserahkan ibu saya, si bapak bilang,

“Bu, ini kok ada telur dan tempe? Saya mintanya hanya kuah sayur saja”

dan diawab ibu saya,

“Tidak apa-apa pak, silakan dimakan”

Sumber gambar : https://pixabay.com/en/bee-blur-bumblebee-close-up-flora-1850116/

Tanpa protes lebih lanjut, si bapak tua makan perlahan-lahan sampai kemudian selesai makan dia berdiam agak lama baru kemudian melihat kiri kanan tidak ada orang lain baru bilang ke ibu saya,

“Ibu, maaf ya, saya nggak punya uang buat bayar nasinya. Saya sudah lapar sekali, sudah lama tidak makan. Tadi mau minta nasi takut nggak dikasih jadi saya pesan saja seperti mau beli, padahal saya nggak punya uang. Ini jadinya gimana, apa saya bantu-bantu buat bayar nasinya?”. Kira-kira demikian si bapak tua itu bilang ke ibu saya.

Saya melihat ibu saya tidak berubah air mukanya. Ibu saya hanya bilang,

“Tidak apa-apa pak. Saya sudah tahu. Itu sebabnya saya tambahkan telur dan tempe…”, kemudian lanjut ibu saya,

“Tidak perlu bantu-bantu disini. Tidak perlu dibayar juga. Ini tadi saya ingat kalau anak saya suka pergi-pergi (saya beberapa kali hiking dan mendaki gunung, demikian juga adik dan kakak saya) khawatir ditempat lain kehabisan uang mudah-mudahan ada orang lain yang menolong juga”

Si bapak tua itu berterima kasih beberapa kali kemudian beranjak pergi. Saya juga kemudian beranjak pergi sambil menyimpan kisah itu sampai sekarang.

Dan saya ingat, saya kerapkali dibantu orang lain ditempat-tempat yang saya kunjungi, meski kadang baru pertama kali bertemu.

Masim Vavai Sugianto

Menu