Menu

Perspektif Nilai Uang : Bagian 2

Perspektif Nilai Uang : Bagian 2

Ini melanjutkan tulisan sebelumnya

Kisah kedua tentang Donald Bebek dan Paman Gober

Donald Bebek nggak punya uang. Dia minta uang pada paman Gober namun paman Gober tidak mau memberikannya secara langsung.

“Daripada minta uang langsung lebih baik ada usaha. Begini saja, kamu jual saja mawar-mawar yang ada di kebun. Nanti jual saja, berapa yang laku nanti bisa kamu ambil uangnya”

Donald setuju, dia memetik mawar yang ada dan mengemasnya, kemudian menjualnya disuatu perumahan elit.

Sekian jam berlalu, paman Gober menengok pekerjaan Donald. Saat paman Gober datang, Donald langsung menyemprotnya.

“Wah susah paman. Nggak laku. Kalau mau kasih uang, kasih saja. Nggak perlu jualan seperti ini. Ini mawarnya nggak laku. Padahal sudah dijual murah, orang hanya melongok sekilas kemudian berlalu”.

Paman Gober dengan sabar mendengarkan omelan keponakannya.

“Kamu jual berapa?”, tanya paman Gober setelah Donald selesai menumpahkan kekesalannya

“1000 rupiah per batang. Malah dapat discount beli 5000 dapat 7 batang. Masih juga nggak laku”, jawab Donald, masih sambil bersungut-sungut.

“Kalau begitu, cara kamu menjual yang salah…” sela paman Gober.

“Salah apanya. Gini-gini aku sudah sering jualan paman. Paman kan kaya, jadi kadang tidak sesuai realita. Tidak melihat kenyataan. Kalau paman yang jual, pasti nggak laku juga. Lebih baik dan lebih mudah jualan yang lain yang lebih mudah”.

“OK, begini saja. Kamu perhatikan apa yang paman lakukan, pasti ada yang beli”, kata paman Gober sambil mengeluarkan spidol.

Donald hanya mencibir tindakan pamannya. Paman Gober tidak menghiraukan cibiran keponakannya. Dia menulis sesuatu, menutupinya dari Donald dan berkata, “Lihat apakah laku atau tidak”, kata paman Gober sambil meletakkan tulisannya menghadap ke jalan dan kemudian mengatur mawar yang ada.

Tak lama ada mobil mewah yang datang, melihat ke tulisan dan kemudian mengulurkan uang. Begitu seterusnya, baik mobil yang keluar maupun masuk perumahan elit melongok ke tulisan paman Gober, sebagian berhenti dan membeli bunganya.

Donald hanya bengong melihatnya. Penasaran dia beranjak kedepan, melihat apa yang ditulis paman Gober. Jangan-jangan banyak orang yang membeli karena harganya sudah didiscount habis-habisan oleh paman Gober.

Saat dia melihat tulisannya, dia terpana. Ternyata paman Gober menuliskan tulisan besar, “Bunga Mawar Istimewa, Elite dan Elegan, 100 ribu/batang. Khusus hari ini”

“Paman, bagaimana bisa orang mau membeli mawar seharga 100 ribu per batang, padahal aku saja menjualnya 1000 per batang nggak laku. Jangan-jangan itu orang suruhan paman ya?”

Paman Gober tertawa, “Tidak ada orang suruhan tidak ada yang aneh-aneh. Yang membeli adalah orang-orang kaya yang tinggal di perumahan elite. Buat apa mereka membeli bunga murahan 1000 rupiah per batang?”

“Tapi, bukankah itu bunga yang sama, hanya saja paman menjualnya 100 ribu per batang. Apakah mereka bodoh mau membeli dengan harga semahal itu?”, Donald masih berargumentasi

“Mereka tidak bodoh. Mereka tidak membeli benda fisik melainkan value dari uang mereka. Mereka membeli nilai kemewahannya. Nilai yang memuaskan selera mahal mereka”.

Kisah ini saya baca-dengan penyesuaian ilustrasi cerita-dari salah satu majalah Gober/Donald. Cerita yang menarik dan menjadi favorit saya. Contoh nyata dari mindset bisnis yang berbeda.

Cerita ini beberapa kali saya ulang saat briefing internal team Excellent mengenai core value layanan Excellent, supaya klien tidak sekedar menggunakan jasa layanan Excellent yang mungkin saja bisa mereka dapatkan di pihak lain, namun juga mendapat nilai tambah yang tidak ditemukan jika berlangganan di provider lain.

Masim Vavai Sugianto

Menu